Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Sekedar mengingatkan saja bahwa pada postingan sebelumnya di blog Kerja Keras Adalah Energi Kita membahas tentang Mereka yang Menuai Kontroversi, dan kali ini kerja keras adalah energi kita akan membahas tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Menurut informasi bahwa Terbongkarnya beberapa kasus mafia hukum yang terkait dengan korupsi di Ditjen Pajak dan pencucian uang, meski berawal dari laporan Komjen Susno Duadji sebenarnya terjadi atas adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kasus Gayus Tambunan sebagai contoh pengungkapan kejahatan yang bermula dari laporan PPATK ke kepolisian bahwa terdapat Rp28 miliar dalam rekening Gayus. Demikian juga dengan kasus Bahasyim Assifie yang dimulai dari adanya laporan PPATK terhadap rekening istri dan anaknya. Dengan demikian peran PPATK sangatlah penting untuk pengungkapan kejahatan keuangan seperti korupsi, perbankan, pajak, illegal logging,narkotika.Langkahnya melalui analisis atas transaksi yang mencurigakan yang ada dalam rekening perbankan atau dalam penyedia jasa keuangan lain seperti pasar modal, asuransi, money changer.
PPATK sendiri adalah suatu badan yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan pencucian uang yang berfungsi penting mengumpulkan, menyimpan,dan menganalisis informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan dan melaporkan hasil analisis yang berindikasi adanya pencucian uang atau transaksi dari hasil kejahatan kepada kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, PPATK mempunyai kewenangan yang penting, yaitu meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada kepolisian dan kejaksaan.
Sayangnya, tindak lanjut dari laporan tersebut tampaknya tidak dapat segera dilakukan oleh penegak hukum. Hal ini terbukti dari sekian ribu laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan PPATK, hanya sedikit sekali yang ditindaklanjuti, entah karena kualitas laporan yang tidak cukup lengkap atau penegak hukum sulit menelusurinya lebih mendalam, atau ada masalah lain?
Kenapa Tidak Ditindaklanjuti?
Beberapa hari lalu, kita dikejutkan lagi dengan adanya laporan PPATK bahwa sebenarnya selain rekening Gayus dan Bahasyim juga terdapat sejumlah rekening mencurigakan milik menteri, anggota DPR, dan pejabat pemerintah setingkat dirjen. Selain itu, PPATK menyatakan bahwa mulai tahun 2005 telah dilaporkan 1.050 transaksi mencurigakan kepada KPK, kejaksaan,dan kepolisian dan dari jumlah itu hanya 15 yang terkait dengan pejabat pajak dan 10 milik pejabat bea cukai. Artinya masih ada 1.025 rekening di luar kedua lembaga tersebut.
Seharusnya terhadap sekian ribu transaksi yang mencurigakan yang telah dilaporkan PPATK dan ternyata tidak ditindaklanjuti, PPATK harus mencari tahu mengapa demikian? Tentunya kita berharap laporan terakhir yang disampaikan kepada kepolisian, kejaksaan, dan KPK menyangkut transaksi mencurigakan yang melibatkan beberapa menteri, pejabat setingkat dirjen, dan anggota DPR segera ditindaklanjuti. PPATK pun harus selalu memantau sejauh mana penanganan itu. Terhadap laporan PPATK yang telah disampaikan kepada KPK terkait rekening para pejabat tersebut, ternyata KPK langsung menyatakan bahwa yang berkaitan dengan pencucian uang, pajak, perbankan, dll yang tidak ada korupsinya tidak bisa ditindaklanjuti.
Pernyataan ini tentu saja membuat kita kecewa, artinya bahwa laporan dari PPATK tersebut hanya akan dilihat ketika ada korupsinya saja. Bagaimana jika hasil korupsi tersebut sudah mengalir ke berbagai tempat, berarti sudah terjadi pencucian uang dan harus ada investigasi dan tindakan atasnya. Selain itu, berkaitan dengan tindak pidana pajak dan perbankan bila itu berkaitan dengan kerugian negara, bukankah hal itu merupakan tindak pidana korupsi? Seharusnya KPK menanggapi lebih optimistis dengan melakukan koordinasi dengan kepolisian maupun kejaksaan. Peranan PPATK dalam mengungkap kejahatan keuangan seperti korupsi, pajak,illegal logging, perbankan sangatlah penting. Karena dari hasil penelusurannya PPATK dapat menemukan rekening yang terindikasi berasal dari kejahatan dan hal inilah yang disampaikan kepada penegak hukum.
Oleh karena itu, hasil dari laporan PPATK ini seharusnya menjadi petunjuk bagi penegak hukum untuk segera diselidiki apakah bisa diteruskan untuk dilakukan penyidikan? Meskipun PPATK tidak boleh menyebut nama-nama seseorang dan jumlah rekeningnya kepada publik, tentunya kepada penegak hukum hal itu disampaikan. Menjadi tugas penegak hukumlah untuk segera mengungkapkan dengan langkah-langkah penyidikan dan penyelidikannya.Apabila laporan yang sedemikian banyak didiamkan dan tidak ditindaklanjuti, lalu untuk apa ada PPATK dan ini menimbulkan pertanyaan juga bahwa apakah laporan PPATK ini benar atau tidak?
Pembuktian Terbalik
Berkaitan dengan penangan kasus pencucian uang seperti korupsi, pengelakan pajak,penguapan, penipuan, perbankan, dan segala kejahatan keuangan yang lain, adakalanya penegak hukum menghadapi kesulitan untuk membuktikan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil kejahatan. Dalam hal ini, undangundang telah mengatur pembalikan beban pembuktian (the shifting of the burden of proof) atau lebih dikenal dengan pembuktian terbalik atas harta kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan seperti yang dilaporkan PPATK.
Menurut Jaringan Speedy Bangsat aturan ini dapat diberlakukan baik untuk kejahatan utamanya maupun tindak pidana pencucian uangnya. Misalnya untuk korupsi tentang pembuktian terbalik sejatinya telah diatur dalam Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) No 31 Tahun 1999,demikian juga dalam Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) No 15 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan No 25 Tahun 2003.Hanya memang harus dipahami bahwa yang dianut Indonesia adalah sistem pembuktian terbalik yang terbatas,yaitu hanya pada tahap pemeriksaan di pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 38, itu pun setelah jaksa penuntut umum melakukan pembuktian terlebih dahulu (Pasal 37 A ayat (3)).
Bahkan pembuktian terbalik dalam UU Tipikor disebut sebagai hak sekaligus kewajiban bagi terdakwa. Hal itu tampak dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan (2),yaitu terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dia tidak melakukan korupsi. Pembuktian tersebut dipergunakan pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti jika terdakwa dapat membuktikan harta kekayaannya bukan dari korupsi. Dalam penjelasan Pasal 37 nyata bahwa hal ini merupakan perlindungan terhadap terdakwa dari asas umum tentang presumption of innocent (praduga tak bersalah) dan non-self incrimination (menyalahkan diri sendiri).
Adapun berkaitan dengan kewajiban terdakwa terhadap pembuktian terbalik ada Pasal 37 A, yaitu terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan keluarganya atau korporasi yang berhubungan dengan perkara yang didakwakan. Selanjutnya dinyatakan bahwa apabila terdakwa tidak dapat membuktikan perihal harta kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber pendapatannya, maka keterangan terdakwa digunakan untuk memperkuat alat bukti yang telah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan dalam Pasal 38 B, terhadap harta benda yang belum didakwakan tetapi diduga berasal dari tindak pidana korupsi, terdakwa juga wajib membuktikan bahwa asal usul harta tersebut bukan dari korupsi dan bila tidak dapat membuktikan dianggap sebagai berasal dari hasil korupsi.
Demikian juga dengan ketentuan UU TPPU dalam Pasal 35 dinyatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Dengan demikian laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan PPATK seharusnya bisa segera ditindaklanjuti para penegak hukum dengan pendekatan adanya tindak pidana pencucian uang.Begitu juga dengan tindak pidana utamanya. Bahkan apabila diperlukan bisa menggunakan pendekatan pembuktian terbalik baik berdasar ketentuan UU Tipikor maupun UU TPPU.
Sekarang kembali pada bagaimana para penegak hukum menerapkannya dan bagaimana jaksa berusaha membuktikannya? Bila penegak hukum memahami riwayat pembuatan undang-undang dan mampu menerapkannya, tentu banyak korupsi dan pencucian uang yang terungkap, menurut Jaringan Speedy Celeng.
Kasus Gayus Tambunan sebagai contoh pengungkapan kejahatan yang bermula dari laporan PPATK ke kepolisian bahwa terdapat Rp28 miliar dalam rekening Gayus. Demikian juga dengan kasus Bahasyim Assifie yang dimulai dari adanya laporan PPATK terhadap rekening istri dan anaknya. Dengan demikian peran PPATK sangatlah penting untuk pengungkapan kejahatan keuangan seperti korupsi, perbankan, pajak, illegal logging,narkotika.Langkahnya melalui analisis atas transaksi yang mencurigakan yang ada dalam rekening perbankan atau dalam penyedia jasa keuangan lain seperti pasar modal, asuransi, money changer.
PPATK sendiri adalah suatu badan yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan pencucian uang yang berfungsi penting mengumpulkan, menyimpan,dan menganalisis informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan dan melaporkan hasil analisis yang berindikasi adanya pencucian uang atau transaksi dari hasil kejahatan kepada kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, PPATK mempunyai kewenangan yang penting, yaitu meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada kepolisian dan kejaksaan.
Sayangnya, tindak lanjut dari laporan tersebut tampaknya tidak dapat segera dilakukan oleh penegak hukum. Hal ini terbukti dari sekian ribu laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan PPATK, hanya sedikit sekali yang ditindaklanjuti, entah karena kualitas laporan yang tidak cukup lengkap atau penegak hukum sulit menelusurinya lebih mendalam, atau ada masalah lain?
Kenapa Tidak Ditindaklanjuti?
Beberapa hari lalu, kita dikejutkan lagi dengan adanya laporan PPATK bahwa sebenarnya selain rekening Gayus dan Bahasyim juga terdapat sejumlah rekening mencurigakan milik menteri, anggota DPR, dan pejabat pemerintah setingkat dirjen. Selain itu, PPATK menyatakan bahwa mulai tahun 2005 telah dilaporkan 1.050 transaksi mencurigakan kepada KPK, kejaksaan,dan kepolisian dan dari jumlah itu hanya 15 yang terkait dengan pejabat pajak dan 10 milik pejabat bea cukai. Artinya masih ada 1.025 rekening di luar kedua lembaga tersebut.
Seharusnya terhadap sekian ribu transaksi yang mencurigakan yang telah dilaporkan PPATK dan ternyata tidak ditindaklanjuti, PPATK harus mencari tahu mengapa demikian? Tentunya kita berharap laporan terakhir yang disampaikan kepada kepolisian, kejaksaan, dan KPK menyangkut transaksi mencurigakan yang melibatkan beberapa menteri, pejabat setingkat dirjen, dan anggota DPR segera ditindaklanjuti. PPATK pun harus selalu memantau sejauh mana penanganan itu. Terhadap laporan PPATK yang telah disampaikan kepada KPK terkait rekening para pejabat tersebut, ternyata KPK langsung menyatakan bahwa yang berkaitan dengan pencucian uang, pajak, perbankan, dll yang tidak ada korupsinya tidak bisa ditindaklanjuti.
Pernyataan ini tentu saja membuat kita kecewa, artinya bahwa laporan dari PPATK tersebut hanya akan dilihat ketika ada korupsinya saja. Bagaimana jika hasil korupsi tersebut sudah mengalir ke berbagai tempat, berarti sudah terjadi pencucian uang dan harus ada investigasi dan tindakan atasnya. Selain itu, berkaitan dengan tindak pidana pajak dan perbankan bila itu berkaitan dengan kerugian negara, bukankah hal itu merupakan tindak pidana korupsi? Seharusnya KPK menanggapi lebih optimistis dengan melakukan koordinasi dengan kepolisian maupun kejaksaan. Peranan PPATK dalam mengungkap kejahatan keuangan seperti korupsi, pajak,illegal logging, perbankan sangatlah penting. Karena dari hasil penelusurannya PPATK dapat menemukan rekening yang terindikasi berasal dari kejahatan dan hal inilah yang disampaikan kepada penegak hukum.
Oleh karena itu, hasil dari laporan PPATK ini seharusnya menjadi petunjuk bagi penegak hukum untuk segera diselidiki apakah bisa diteruskan untuk dilakukan penyidikan? Meskipun PPATK tidak boleh menyebut nama-nama seseorang dan jumlah rekeningnya kepada publik, tentunya kepada penegak hukum hal itu disampaikan. Menjadi tugas penegak hukumlah untuk segera mengungkapkan dengan langkah-langkah penyidikan dan penyelidikannya.Apabila laporan yang sedemikian banyak didiamkan dan tidak ditindaklanjuti, lalu untuk apa ada PPATK dan ini menimbulkan pertanyaan juga bahwa apakah laporan PPATK ini benar atau tidak?
Pembuktian Terbalik
Berkaitan dengan penangan kasus pencucian uang seperti korupsi, pengelakan pajak,penguapan, penipuan, perbankan, dan segala kejahatan keuangan yang lain, adakalanya penegak hukum menghadapi kesulitan untuk membuktikan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil kejahatan. Dalam hal ini, undangundang telah mengatur pembalikan beban pembuktian (the shifting of the burden of proof) atau lebih dikenal dengan pembuktian terbalik atas harta kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan seperti yang dilaporkan PPATK.
Menurut Jaringan Speedy Bangsat aturan ini dapat diberlakukan baik untuk kejahatan utamanya maupun tindak pidana pencucian uangnya. Misalnya untuk korupsi tentang pembuktian terbalik sejatinya telah diatur dalam Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) No 31 Tahun 1999,demikian juga dalam Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) No 15 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan No 25 Tahun 2003.Hanya memang harus dipahami bahwa yang dianut Indonesia adalah sistem pembuktian terbalik yang terbatas,yaitu hanya pada tahap pemeriksaan di pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 38, itu pun setelah jaksa penuntut umum melakukan pembuktian terlebih dahulu (Pasal 37 A ayat (3)).
Bahkan pembuktian terbalik dalam UU Tipikor disebut sebagai hak sekaligus kewajiban bagi terdakwa. Hal itu tampak dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan (2),yaitu terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa dia tidak melakukan korupsi. Pembuktian tersebut dipergunakan pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti jika terdakwa dapat membuktikan harta kekayaannya bukan dari korupsi. Dalam penjelasan Pasal 37 nyata bahwa hal ini merupakan perlindungan terhadap terdakwa dari asas umum tentang presumption of innocent (praduga tak bersalah) dan non-self incrimination (menyalahkan diri sendiri).
Adapun berkaitan dengan kewajiban terdakwa terhadap pembuktian terbalik ada Pasal 37 A, yaitu terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan keluarganya atau korporasi yang berhubungan dengan perkara yang didakwakan. Selanjutnya dinyatakan bahwa apabila terdakwa tidak dapat membuktikan perihal harta kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber pendapatannya, maka keterangan terdakwa digunakan untuk memperkuat alat bukti yang telah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan dalam Pasal 38 B, terhadap harta benda yang belum didakwakan tetapi diduga berasal dari tindak pidana korupsi, terdakwa juga wajib membuktikan bahwa asal usul harta tersebut bukan dari korupsi dan bila tidak dapat membuktikan dianggap sebagai berasal dari hasil korupsi.
Demikian juga dengan ketentuan UU TPPU dalam Pasal 35 dinyatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Dengan demikian laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan PPATK seharusnya bisa segera ditindaklanjuti para penegak hukum dengan pendekatan adanya tindak pidana pencucian uang.Begitu juga dengan tindak pidana utamanya. Bahkan apabila diperlukan bisa menggunakan pendekatan pembuktian terbalik baik berdasar ketentuan UU Tipikor maupun UU TPPU.
Sekarang kembali pada bagaimana para penegak hukum menerapkannya dan bagaimana jaksa berusaha membuktikannya? Bila penegak hukum memahami riwayat pembuatan undang-undang dan mampu menerapkannya, tentu banyak korupsi dan pencucian uang yang terungkap, menurut Jaringan Speedy Celeng.
0 Response to "Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"
Posting Komentar