Menata Ulang Makna Keluarga
Bagi sejumlah kalangan, khususnya di negara Barat, kelompok manusia yang ingin hidup bersama tidak lagi membutuhkan institusi keluarga. Hal inilah yang menguatkan anggapan bahwa keluarga sudah mengalami krisis di zaman modern. Akibatnya keluarga sering dianggap bukan institusi yang sakral. Semua kegiatan dan hubungan yang biasanya hanya bisa dilakukan pascapernikahan pun oleh sejumlah kalangan dianggap lumrah dilakukan tanpa ikatan pernikahan. Ada sejumlah gejala yang kadang sering dianggap sebagai ancaman bagi institusi keluarga seperti bertambahnya orang tidak menikah (single-person home).
Mereka lebih senang hidup melajang dan menjalankan semua aktivitasnya sendiri. Hal ini bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Contoh lain adalah bertambahnya jumlah orang hidup bersama tanpa nikah. Pernikahan tidak lagi menjadi penghalang untuk hidup bersama. Gejala lain adalah bertambahnya orang tua tunggal (single parent) yang mengasuh anak-anaknya sendiri. Hal ini salah satunya disebabkan bertambahnya perceraian di kalangan masyarakat. Bahkan muncul anggapan bahwa lembaga perkawinan akan ketinggalan zaman. Akibatnya hubungan seks sebelum menikah pun terus bertambah jumlahnya. Walaupun sejumlah kendala sering mengikis nilai keluarga, bagi sebagian kalangan lembaga ini (keluarga) masih dianggap sebagai lembaga sakral yang bernilai tinggi dalam masyarakat.
Baca Juga
Hal ini yang diungkapkan sosiolog Robert Chester (1985). Bahkan di negara yang hubungan di luar nikah sudah dianggap sebagai hal yang wajar seperti di Inggris, menurut penelitian Pamela Abbott dan Claire Wallace (1992), keluarga yang utuh lebih banyak daripada keluarga yang harus kehilangan anggotanya. Sosiolog dari Universitas Indonesia Paulus Wirutomo mengatakan, keluarga di zaman modern ini memang banyak menghadapi masalah sebagaimana yang disebutkan di atas. Hal inilah yang kadang menimbulkan anggapan bahwa keluarga sedang krisis. Namun menurutnya institusi keluarga secara umum masih dianggap sebagai institusi yang sangat dibutuhkan, bahkan oleh orang yang melakukan sejumlah gejala yang bisa membuat keluarga mengalami krisis.
Dia mencontohkan, sejumlah orang yang bercerai dari pernikahan masih cenderung menjalin tali pernikahan dengan orang lain. Selain itu, saat ini keluarga juga sering dikatakan mengalami diversifikasi, yaitu bentuknya berubah. Jika sebelumnya keluarga terdiri atas laki-laki dan perempuan, di zaman sekarang keluarga bisa hanya terdiri atas dua jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Menurutnya masyarakat kadang sulit untuk memberikan penilaian bahwa fenomena ini melanggar moral atau tidak. Karena mereka juga kadang mempunyai penilaian yang sudah berbeda dengan masa sebelumnya. Paulus menambahkan, walaupun saat ini sejumlah masalah sedang menghantam institusi keluarga, masyarakat tidak bisa kembali pada realitas keluarga yang ada pada masa lalu. Sebab keluarga pada masa lalu pun bukan tanpa masalah. Bahkan masalah tersebut cenderung tidak bisa diterima pada konteks saat ini.
Masalah keluarga yang timbul pada masa lalu misalnya adalah dominasi kelompok. Seseorang hanya bisa menikah dengan kelompok tertentu atau dengan kelompok sendiri. Selain itu ada dominasi laki-laki dengan adanya budaya patriarki yang begitu kuat. Saat ini pemberontakan atas budaya patriarki begitu kuat. Kaum perempuan saat ini tidak bisa tunduk kepada suaminya secara total. Saat ini praktik pernikahan yang terjadi pada masa lalu tidak mudah dijumpai pada saat sekarang. Dahulu pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta atau hubungan tanpa pacaran mungkin hal yang wajar. Namun saat ini banyak anak muda yang tidak terima dijodohkan atau hanya mengenal sekilas calon pendamping hidupnya.
Sekarang mungkin sulit diterima pernikahan hanya mengandalkan filosofi witing tresno jalaran soko kulino (cinta bermula karena terbiasa),padahal pada masa-masa orang tua kita hal itu lumrah terjadi. Perubahan sosial yang terjadi di dunia juga tidak dapat diputar balik, kata Paulus. Di zaman modern ini struktur keluarga juga mengalami variasi yang sangat beragam. Di masa lalu mungkin keluarga ideal adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang hidup dalam satu atap. Adapun untuk masalah nafkah, suami atau bapak adalah pihak yang bertanggung jawab memenuhinya, sementara istri atau ibu khusus bertugas di dalam rumah.
Namun saat ini keluarga yang mungkin masih dianggap ideal bagi sejumlah orang tersebut bisa saja tidak terwujud. Saat ini muncul keluarga dengan satu orang tua (single parent), juga ada keluarga yang kedua orang tuanya mempunyai penghasilan sehingga mempunyai dua pemasukan (double income family). Pemasukan dari kedua orang tua tersebut membuat keduanya harus berkarier di bidang masingmasing (double career family). Struktur keluarga lain dalam zaman modern ini adalah munculnya satu keluarga yang orang tuanya mempunyai satu kelamin yang sama (homosexual family). Masalah lain yang sering terlihat di zaman ini adalah keluarga yang harus mengalami hidup terpisah karena sejumlah kendala yang dihadapi.
Misalnya tempat kerja kedua orang tuanya saling berjauhan dan tidak mungkin bersama dalam waktu panjang dan hanya bertemu kala liburan, itu pun jika sempat. Sebab banyak profesi yang kadang memaksa pasangan tidak bertemu dalam waktu yang lama. Setiap struktur keluarga yang disebutkan di atas tentu mempunyai permasalahan yang berbeda dan harus diselesaikan. Menurut blog Kerja Keras bahwa setiap masalah yang berbeda tersebut membutuhkan cara penyelesaian yang juga berbeda. Mengingat sejumlah permasalahan keluarga yang ada, tentunya setiap keluarga perlu melihat dan memaknai keluarga mereka dengan objektif sehingga bisa mencari penyelesaian yang tepat bagi kebutuhan dan keutuhan keluarga.
0 Response to "Menata Ulang Makna Keluarga"
Posting Komentar