Mantan Pejabat Pajak Sumut Terlibat
Sekedar mengingatkan saja pada postingan di blog Kerja Keras sebelumnya membahas tentang Menata Ulang Sistem Pendidikan Nasional, dan kali ini saya akan membahas tentang Mantan Pejabat Pajak Sumut Terlibat. Menurut informasi bahwa Anggota Panja Perpajakan Komisi XI DPR Maiyasyak Johan melontarkan pertanyaan tentang kasus pajak PT PHS kepada pihak Kanwil DJP Sumut I, di Kantor Kanwil Pajak Sumut di Medan, kemarin.
Sejumlah mantan pejabat pajak di Sumut terindikasi terlibat dalam konspirasi kasus restitusi pajak PT Permata Hijau Sawit (PHS) senilai Rp530 miliar. Dugaan kuat itu mencuat saat Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR menggelar pertemuan dengan pejabat Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut I di Medan, kemarin.
Kami mengendus terjadinya indikasi mafia pajak di Kanwil DJP Sumut, maupun di Ditjen Pajak, sebab terkait kasus PHS ini semua laporan yang diberikan tim pidana khusus sumir, ujar Ketua Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR Melchias Markus Mekang. Dari hasil kunjungan tersebut, pihaknya menemukan hal-hal ganjil, seperti banyaknya kesalahan dari pidana khusus (pidsus) yang mengakibatkan kerugian yang besar bagi wajib pajak. Pidsus membuat laporan ke Menkeu (Menteri Keuangan) yang tidak lengkap. Lalu Menkeu membuat konferensi pers yang faktanya tidak demikian. Inilah yang menyebabkan adanya indikasi mafia di Ditjen Pajak yang sengaja mendesain wajib pajak menjadi objek yang tertuduh, tambahnya.
Bukti permulaan dari kasus restitusi pajak PT PHS ini sudah berlangsung selama tiga tahun, namun hingga sekarang belum dapat menghasilkan keputusan apa pun. Untuk itulah kami akan panggil pejabat maupun mantan pejabat di Kanwil DJP Sumut I ini yang diduga terlibat dan Ditjen Pajak serta PT PHS untuk lebih memperdalam permasalahan itu, terangnya. Tak hanya itu, pihaknya juga akan mempertanyakan siaran pers yang dikeluarkan oleh Menkeu Sri Mulyani yang menyebutkan bahwa PT PHS melakukan pembayaran fiktif pajak senilai Rp300 miliar. Hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR IGA Ralwirajaya bersama anggota tim Edison Betaumbun, Arif Budimanta dan Maiyasyak Djohan. Tim panja disambut Kepala Kanwil DJP Sumut I Yasir Natar Nasution bersama stafnya.
Melchias mengungkapkan, mantan pejabat dan pejabat DJP Sumut I yang terindikasi terlibat dalam kasus ini adalah mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Medan Lamban Subekti, mantan Kepala Seksi Pemeriksaan Ahmad Khaidir, empat orang fungsional DJP Sumut I yaitu Sumurung cs, mantan Kepala Bidang P4 DJP Sumut I Rinaldi Yusuf, dan mantan Kepala Kanwil DJP Sumut I Ramram Brahmana. Indikasi keterlibatan mereka, bebernya, dari bukti permulaan yang tidak dimulai dari informasi data laporan dan pengaduan (IDLP) yang lengkap. IDLP-nya tidak lengkap, tidak ada data yang lengkap, bahkan pengamatan yang dilakukan juga sumir. Tapi, mereka menduga bahwa wajib pajak yang melakukan korupsi. Kalau sudah begini pasti ada yang bermain, terangnya.
Tak cuma itu, Melchias juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah memiliki banyak barang bukti. Jika kemungkinan dalam proses ini barang bukti sengaja dihilangkan, maka pihaknya akan berupaya untuk mengusut tuntas, siapa yang melakukan penghilangan barang bukti. Bahkan, persoalan restitusi pajak di Sumut ini juga dikatakan Melchias tidak hanya menimpa PT PHS, melainkan ada beberapa perusahaan di Sumut yang juga turut mengalami. Berdasarkan dari hasil pertemuan kami dengan Kadin (Kamar Dagang Indonesia) Sumut tercetus bahwa masih ada perusahaan lain yang mengadu soal restitusi pajak, yaitu Musim Mas, Wilmar Group, juga AsianAgri. Untuk perusahaan yang lain ini kami tidak ingin hanya menerima laporan lisan, melainkan kami menunggu laporan tertulis sehingga bisa diusut, tegasnya.
Jika nantinya dalam proses ini terbukti kalau sejumlah oknum di DJP Sumut I terlibat, maka harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Siapapun yang terlibat, meskipun hingga sampai ke jajaran yang tertinggi pasti akan kita usut.Tak cuma itu kalau ternyata PT PHS yang bermasalah tetap kita bilang salah, begitu juga kalau Ditjen Pajak yang salah tetap salah, tegasnya. Anggota tim panja lainnya Maiyasyak Johan menambahkan, pihaknya mengendus terjadinya indikasi yang aneh terlihat dari proses penetapan bukti permulaan, penghentian restitusi pajak hingga proses penyidikan. Dari keseluruhan proses tersebut jangka waktunya tidak sesuai dengan undang-undang. Padahal, persoalan pajak ini sangat strategis dalam perekonomian nasional.
Karena selama ini pajak menghasilkan sektor pendapatan dan seharusnya pendapatan dipelihara, sehingga pendapatan negara tidak terhenti karena kasus seperti ini. Kami melihat ini sebuah rekayasa sistematik sehingga melahirkan kemungkinan keterangan yang tidak benar yang disampaikan oleh pejabat Ditjen Pajak sehingga Menkeu untuk sementara ini keterangannya juga belum bisa dipertanggungjawabkan, tandasnya. Dia melanjutkan, Kita lihat saja, kalaupun dua supplier PT PHS telah diputuskan dan ditetapkan telah mengemplang pajak secara hukum. Namun, seharusnya PT PHS tidak terlibat. Supplier PHS yang dihukum pidana kok PT PHS yang disalahkan. Kita minta siapapun yang terlibat harus diproses, karena telah merugikan sistem perekonomian negara dan mencoreng nama baik Ditjen Pajak, tegas politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Anggota tim panja lainnya, Edison Betaumbun menyebutkan, dari hasil kunjungan pihaknya diketahui bahwa restitusi pajak yang bermasalah dari PT PHS itu hanya sebesar Rp90 miliar, namun mengapa keseluruhan restitusi pajak yang diajukan PT PHS sebesar Rp530 miliar malah ditahan. Kalau yang terindikasi bermasalah itu hanya Rp90 miliar, lalu mengapa tidak dibayar yang lainnya. Bahkan, kita melihat ada upaya pejabat pajak untuk menghentikan restitusi kepada wajib pajak, itu dilakukan oleh seorang pejabat di Kanwil DJP Sumut. Kita menduga kuat oknum pajak juga terlibat kasus ini, terangnya. Dalam pertemuan itu juga, Edison mengungkapkan keterangan yang diperoleh pihaknya merupakan keterangan dari pejabat- pejabat yang baru, sementara pejabat lama sudah banyak yang pindah.
Kepolosan pejabat baru ini menjawab pertanyaan kita, jelas mengindikasikan sangat banyak pejabat lama yang bermain, tegasnya. Begitupun pihaknya akan tetap melakukan penelitian terhadap data-data untuk mencari fakta mana yang benar dan salah. Kita berada pada posisi netral. Hasil penelitian ini nantinya akan kami bawa ke rapat paripurna MPR. Saat ini kami belum bisa mengambil kesimpulan apapun sebelum proses ini berakhir, pungkasnya. Kepala Kanwil DJP Sumut I Yusri Natar Nasution terlihat tegang dalam pertemuan dengan Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR di kantornya ini. Bahkan, di akhir pertemuan dia tampak menangis dan terdengar nada kesal keluar dari mulutnya. Tahu begini sebaiknya tak perlu pindah ke Sumut. Lebih baik di Banda Aceh, ujarnya pelan sambil menitikkan air mata.
Bahkan, ketika wartawan menanyakan pesoalan ini kepadanya, dengan nada pelan dia mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti persoalan tersebut. Saya tidak mengerti persoalannya. Pada saat itu saya bukan di sini. Namun, yang pasti ada surat bukti permulaan dari kepala kanwil sebelumnya, katanya, seraya menambahkan, siap menyediakan semua data yang dibutuhkan tim panja dan termasuk untuk dipanggil. Di sisi lain, Kepala KPP Madya Medan Harry Gumelar menyebutkan, terkait kasus PT PHS ini bukti permulaannya sudah diterbitkan pada Januari 2007 oleh Kepala Kanwil DJP Sumut dan untuk masa-masa berikutnya diusulkan bukti permulaan ditindaklanjuti KPP Madya Medan, namun ranahnya tetap di kanwil. Pada masa Januari 2007- Agustus 2008 dan masa setelahnya pihaknya masih menemukan penerbitan nota faktur pajak oleh supplier PT PHS.
Namun, setelah diteliti lebih jauh oleh Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, para supplier PT PHS terindikasi melakukan pembayaran nota pajak yang bermasalah sebesar Rp90 miliar. Sejauh ini kita masih mengindikasikan pembayaran fiktif pajak yang dilakukan supplier PT PHS itu sebesar Rp90 miliar, terangnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani dalam konfrensi persnya menyebutkan, saat ini Ditjen Pajak sedang memproses perusahaan-perusahaan yang terlibat melakukan pembayaran pajak fiktif, salah satunya di Sumut yakni PT PHS yang diduga mengemplang pajak sebesar Rp300 miliar.
Sejumlah mantan pejabat pajak di Sumut terindikasi terlibat dalam konspirasi kasus restitusi pajak PT Permata Hijau Sawit (PHS) senilai Rp530 miliar. Dugaan kuat itu mencuat saat Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR menggelar pertemuan dengan pejabat Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut I di Medan, kemarin.
Kami mengendus terjadinya indikasi mafia pajak di Kanwil DJP Sumut, maupun di Ditjen Pajak, sebab terkait kasus PHS ini semua laporan yang diberikan tim pidana khusus sumir, ujar Ketua Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR Melchias Markus Mekang. Dari hasil kunjungan tersebut, pihaknya menemukan hal-hal ganjil, seperti banyaknya kesalahan dari pidana khusus (pidsus) yang mengakibatkan kerugian yang besar bagi wajib pajak. Pidsus membuat laporan ke Menkeu (Menteri Keuangan) yang tidak lengkap. Lalu Menkeu membuat konferensi pers yang faktanya tidak demikian. Inilah yang menyebabkan adanya indikasi mafia di Ditjen Pajak yang sengaja mendesain wajib pajak menjadi objek yang tertuduh, tambahnya.
Bukti permulaan dari kasus restitusi pajak PT PHS ini sudah berlangsung selama tiga tahun, namun hingga sekarang belum dapat menghasilkan keputusan apa pun. Untuk itulah kami akan panggil pejabat maupun mantan pejabat di Kanwil DJP Sumut I ini yang diduga terlibat dan Ditjen Pajak serta PT PHS untuk lebih memperdalam permasalahan itu, terangnya. Tak hanya itu, pihaknya juga akan mempertanyakan siaran pers yang dikeluarkan oleh Menkeu Sri Mulyani yang menyebutkan bahwa PT PHS melakukan pembayaran fiktif pajak senilai Rp300 miliar. Hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR IGA Ralwirajaya bersama anggota tim Edison Betaumbun, Arif Budimanta dan Maiyasyak Djohan. Tim panja disambut Kepala Kanwil DJP Sumut I Yasir Natar Nasution bersama stafnya.
Melchias mengungkapkan, mantan pejabat dan pejabat DJP Sumut I yang terindikasi terlibat dalam kasus ini adalah mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Medan Lamban Subekti, mantan Kepala Seksi Pemeriksaan Ahmad Khaidir, empat orang fungsional DJP Sumut I yaitu Sumurung cs, mantan Kepala Bidang P4 DJP Sumut I Rinaldi Yusuf, dan mantan Kepala Kanwil DJP Sumut I Ramram Brahmana. Indikasi keterlibatan mereka, bebernya, dari bukti permulaan yang tidak dimulai dari informasi data laporan dan pengaduan (IDLP) yang lengkap. IDLP-nya tidak lengkap, tidak ada data yang lengkap, bahkan pengamatan yang dilakukan juga sumir. Tapi, mereka menduga bahwa wajib pajak yang melakukan korupsi. Kalau sudah begini pasti ada yang bermain, terangnya.
Tak cuma itu, Melchias juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah memiliki banyak barang bukti. Jika kemungkinan dalam proses ini barang bukti sengaja dihilangkan, maka pihaknya akan berupaya untuk mengusut tuntas, siapa yang melakukan penghilangan barang bukti. Bahkan, persoalan restitusi pajak di Sumut ini juga dikatakan Melchias tidak hanya menimpa PT PHS, melainkan ada beberapa perusahaan di Sumut yang juga turut mengalami. Berdasarkan dari hasil pertemuan kami dengan Kadin (Kamar Dagang Indonesia) Sumut tercetus bahwa masih ada perusahaan lain yang mengadu soal restitusi pajak, yaitu Musim Mas, Wilmar Group, juga AsianAgri. Untuk perusahaan yang lain ini kami tidak ingin hanya menerima laporan lisan, melainkan kami menunggu laporan tertulis sehingga bisa diusut, tegasnya.
Jika nantinya dalam proses ini terbukti kalau sejumlah oknum di DJP Sumut I terlibat, maka harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Siapapun yang terlibat, meskipun hingga sampai ke jajaran yang tertinggi pasti akan kita usut.Tak cuma itu kalau ternyata PT PHS yang bermasalah tetap kita bilang salah, begitu juga kalau Ditjen Pajak yang salah tetap salah, tegasnya. Anggota tim panja lainnya Maiyasyak Johan menambahkan, pihaknya mengendus terjadinya indikasi yang aneh terlihat dari proses penetapan bukti permulaan, penghentian restitusi pajak hingga proses penyidikan. Dari keseluruhan proses tersebut jangka waktunya tidak sesuai dengan undang-undang. Padahal, persoalan pajak ini sangat strategis dalam perekonomian nasional.
Karena selama ini pajak menghasilkan sektor pendapatan dan seharusnya pendapatan dipelihara, sehingga pendapatan negara tidak terhenti karena kasus seperti ini. Kami melihat ini sebuah rekayasa sistematik sehingga melahirkan kemungkinan keterangan yang tidak benar yang disampaikan oleh pejabat Ditjen Pajak sehingga Menkeu untuk sementara ini keterangannya juga belum bisa dipertanggungjawabkan, tandasnya. Dia melanjutkan, Kita lihat saja, kalaupun dua supplier PT PHS telah diputuskan dan ditetapkan telah mengemplang pajak secara hukum. Namun, seharusnya PT PHS tidak terlibat. Supplier PHS yang dihukum pidana kok PT PHS yang disalahkan. Kita minta siapapun yang terlibat harus diproses, karena telah merugikan sistem perekonomian negara dan mencoreng nama baik Ditjen Pajak, tegas politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Anggota tim panja lainnya, Edison Betaumbun menyebutkan, dari hasil kunjungan pihaknya diketahui bahwa restitusi pajak yang bermasalah dari PT PHS itu hanya sebesar Rp90 miliar, namun mengapa keseluruhan restitusi pajak yang diajukan PT PHS sebesar Rp530 miliar malah ditahan. Kalau yang terindikasi bermasalah itu hanya Rp90 miliar, lalu mengapa tidak dibayar yang lainnya. Bahkan, kita melihat ada upaya pejabat pajak untuk menghentikan restitusi kepada wajib pajak, itu dilakukan oleh seorang pejabat di Kanwil DJP Sumut. Kita menduga kuat oknum pajak juga terlibat kasus ini, terangnya. Dalam pertemuan itu juga, Edison mengungkapkan keterangan yang diperoleh pihaknya merupakan keterangan dari pejabat- pejabat yang baru, sementara pejabat lama sudah banyak yang pindah.
Kepolosan pejabat baru ini menjawab pertanyaan kita, jelas mengindikasikan sangat banyak pejabat lama yang bermain, tegasnya. Begitupun pihaknya akan tetap melakukan penelitian terhadap data-data untuk mencari fakta mana yang benar dan salah. Kita berada pada posisi netral. Hasil penelitian ini nantinya akan kami bawa ke rapat paripurna MPR. Saat ini kami belum bisa mengambil kesimpulan apapun sebelum proses ini berakhir, pungkasnya. Kepala Kanwil DJP Sumut I Yusri Natar Nasution terlihat tegang dalam pertemuan dengan Tim Panja Perpajakan Komisi XI DPR di kantornya ini. Bahkan, di akhir pertemuan dia tampak menangis dan terdengar nada kesal keluar dari mulutnya. Tahu begini sebaiknya tak perlu pindah ke Sumut. Lebih baik di Banda Aceh, ujarnya pelan sambil menitikkan air mata.
Bahkan, ketika wartawan menanyakan pesoalan ini kepadanya, dengan nada pelan dia mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti persoalan tersebut. Saya tidak mengerti persoalannya. Pada saat itu saya bukan di sini. Namun, yang pasti ada surat bukti permulaan dari kepala kanwil sebelumnya, katanya, seraya menambahkan, siap menyediakan semua data yang dibutuhkan tim panja dan termasuk untuk dipanggil. Di sisi lain, Kepala KPP Madya Medan Harry Gumelar menyebutkan, terkait kasus PT PHS ini bukti permulaannya sudah diterbitkan pada Januari 2007 oleh Kepala Kanwil DJP Sumut dan untuk masa-masa berikutnya diusulkan bukti permulaan ditindaklanjuti KPP Madya Medan, namun ranahnya tetap di kanwil. Pada masa Januari 2007- Agustus 2008 dan masa setelahnya pihaknya masih menemukan penerbitan nota faktur pajak oleh supplier PT PHS.
Namun, setelah diteliti lebih jauh oleh Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, para supplier PT PHS terindikasi melakukan pembayaran nota pajak yang bermasalah sebesar Rp90 miliar. Sejauh ini kita masih mengindikasikan pembayaran fiktif pajak yang dilakukan supplier PT PHS itu sebesar Rp90 miliar, terangnya. Seperti diberitakan sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani dalam konfrensi persnya menyebutkan, saat ini Ditjen Pajak sedang memproses perusahaan-perusahaan yang terlibat melakukan pembayaran pajak fiktif, salah satunya di Sumut yakni PT PHS yang diduga mengemplang pajak sebesar Rp300 miliar.
0 Response to "Mantan Pejabat Pajak Sumut Terlibat"
Posting Komentar