Palme d’Or
Tentara India- Pakistan Baku Tembak merupakan postingan sebelumnya di blog Kerja Keras, dan kali ini saya akan membahas tentang Palme d’Or. Menurut informasi bahwa kota Bangkok mulai berbenah pasca-kerusuhan sepanjang pekan. Pada saat bersamaan,sutradara asalThailand, Apichatpong Joe Weerasethakul, berjalan ke atas panggung untuk menerima penghargaan tertinggi Festival Film Cannes , Palme d’Or.
Ketua dewan juri yang dikenal sebagai sutradara nyentrik, Tim Burton, berdiri di atas panggung Festival Film Cannes, Minggu (23/5). Menurut informasi yang diterima blog Kerja Keras bahwa pada malam itu dia bertugas mengumumkan peraih Palme d’Or, Festival Film Cannes Ke-63. Dia mulai membaca apa yang tertulis pada kertas yang dipegangnya. Palme d’Or diraih oleh Apichatpong Weerasethakul lewat film Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives, katanya.
Lelaki yang namanya disebut Burton tercengang di atas tempat duduk. Dia lantas menutup muka dengan kedua tangan. Sulit dipercaya, namanya keluar sebagai peraih Palme d’Or. Beberapa pengunjung yang duduk bertetangga dengan Joe memberi ucapan selamat. Dan Joe, masih tetap tercengang.
Mengenakan tuksedo berwarna putih,dia berjalan setengah berlari ke atas panggung.Piala Palme d’Or kini berada di tangannya. Joe mengamati Palme d’Or berkali- kali. Saya tidak percaya ini. Seperti tengah berada di bawah alam sadar, katanya mengawali kata sambutan.
Ya, banyak yang tidak menyangka Palme d’Or bakal sampai di tangan Joe, pun sang sutradara sendiri. Pantas jika sebelumnya Joe sempat tercengang. Palme d’Or adalah kejutan yang membahagiakan, sahutnya. Raihan Joe adalah kejutan yang membahagiakan bagi Joe,Thailand, dan Asia.
Jelas, piala ini merupakan bukti kerja keras Joe selama berkiprah dalam industri film. Piala Palme d’Or yang baru diterima Joe adalah raihan yang istimewa. Piala ini dianggap sebagai penawar duka di tengah kecamuk Negeri Gajah Putih. Joe telah memberi kesejukan di tengah keporak- porandaan Thailand.
Keistimewaan lain, Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives menjadi film Asia pertama yang meraih Palme d’Or sejak 1997.Saat itu Kiarostami berbagi Palme d’Or dengan seorang sutradara asal Jepang, Shohei Imamura. Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives memuat nilai-nilai spiritual Thailand. Ada beberapa adegan yang memperlihatkan bagaimana penduduk masih mempertahankan kepercayaan animisme. Industri perfilman Thailand terkenal dengan tema-tema horor.
Sebagai seorang sutradara, Joe pun memahami persepsi ini.Lewat Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives, Joe ingin menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Lahir di Bangkok, kehidupan Joe diselimuti nilai-nilai tradisional. Penduduk di beberapa lokasi, seperti Provinsi Isan,percaya akan reinkarnasi. Begitu pula yang diyakini Joe.Transformasi bisa terjadi di mana saja, termasuk Thailand.
Tetapi, ada nilai-nilai yang tetap dipegang masyarakat. Bagi Joe, nilai-nilai ini bukan pengganjal di tengah modernitas. Nilai-nilai tradisional hadir sebagai penyeimbang, papar sutradara berusia 39 tahun ini. Mereka yang tidak menyukai film horor tentu akan berpikir duakali untuk menyaksikan film terbaru Joe.
Berbeda dengan penikmat film horor, mereka pasti tidak sabar mencari tahu akhir cerita film.Yang jelas, film ini mendapat sambutan meriah dari kritikus film dan beberapa surat kabar Eropa. Harian Telegraph di Inggris menyebut film terbaru Joe sebagai sesuatu yang melebihi film itu sendiri. Ini bukan film. Ini lebih seperti dunia yang mengambang, tulis Te l e g raph yang memberi lima bintang untuk film Joe. Secara pribadi, Joe mengartikan filmnya sebagai horor fantasi.
Pantas jika ucapan terima kasihnya pada malam Festival Film Cannes lalu memuat kalimat yang terdengar mistis. Saya patut berterima kasih pada hantu dan jiwajiwa yang melayang di Thailand, papar sarjana arsitek dari Khon Kaen University ini. Joe yang fasih berbicara dalam bahasa Inggris telah banyak menelurkan film pendek. Film pendek pertamanya, Bullet, dirilis tahun 1993.
Setahun kemudian Joe hadir dengan film pendek kedua, 0116643225059. Sarjana S-2 Institut Kesenian Chicago, Amerika Serikat, ini beberapa kali diminta mengerjakan proyek para petinggi dan peringatan khusus.Pada 2006 misalnya, dia mengerjakan film Syndromes and a Century. Roman ini khusus dibuat untuk memperingati ulang tahun ke-250 Mozart.
Tahun berikutnya Joe membuat film pendek berjudul Meteorites. Film ini dikerjakan menjelang perayaan ulang tahun ke-80 Raja Thailand,Bhumibol Adulyadej. Joe adalah cerminan sutradara yang tangguh. Dia menerima semua kritik dengan tangan terbuka dan tidak pernah menganggap kritik sebagai batu sandungan. Bagi Joe, kritik adalah cermin. Lewat cermin kritik, dia berefleksi kemudian memperbaiki hal-hal yang kurang memuaskan. Dia juga dikenal sebagai lelaki yang perhatian.
Bukan hanya terhadap keluarga dan teman, tetapi juga terhadap pekerja film yang menjadi bawahannya. Saya selalu memperlakukan mereka seperti anak sendiri, tuturnya. Ketika pekerjaan bawahan tidak sesuai dengan harapan Joe, dia akan menasihati mereka. Layaknya seorang ayah menasihati putranya, sahut lelaki berkulit putih ini. Dia selalu membebaskan bawahan untuk berekspresi, menurut pengamatan blog Kerja Keras melalui media massa. Dia tidak ingin terus berbicara dan memerintah, sementara anak buah tetap bungkam. Saya ingin mereka membagi ide, kritik, dan apa saja demi keberhasilan film, katanya.
Ketua dewan juri yang dikenal sebagai sutradara nyentrik, Tim Burton, berdiri di atas panggung Festival Film Cannes, Minggu (23/5). Menurut informasi yang diterima blog Kerja Keras bahwa pada malam itu dia bertugas mengumumkan peraih Palme d’Or, Festival Film Cannes Ke-63. Dia mulai membaca apa yang tertulis pada kertas yang dipegangnya. Palme d’Or diraih oleh Apichatpong Weerasethakul lewat film Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives, katanya.
Lelaki yang namanya disebut Burton tercengang di atas tempat duduk. Dia lantas menutup muka dengan kedua tangan. Sulit dipercaya, namanya keluar sebagai peraih Palme d’Or. Beberapa pengunjung yang duduk bertetangga dengan Joe memberi ucapan selamat. Dan Joe, masih tetap tercengang.
Mengenakan tuksedo berwarna putih,dia berjalan setengah berlari ke atas panggung.Piala Palme d’Or kini berada di tangannya. Joe mengamati Palme d’Or berkali- kali. Saya tidak percaya ini. Seperti tengah berada di bawah alam sadar, katanya mengawali kata sambutan.
Ya, banyak yang tidak menyangka Palme d’Or bakal sampai di tangan Joe, pun sang sutradara sendiri. Pantas jika sebelumnya Joe sempat tercengang. Palme d’Or adalah kejutan yang membahagiakan, sahutnya. Raihan Joe adalah kejutan yang membahagiakan bagi Joe,Thailand, dan Asia.
Jelas, piala ini merupakan bukti kerja keras Joe selama berkiprah dalam industri film. Piala Palme d’Or yang baru diterima Joe adalah raihan yang istimewa. Piala ini dianggap sebagai penawar duka di tengah kecamuk Negeri Gajah Putih. Joe telah memberi kesejukan di tengah keporak- porandaan Thailand.
Keistimewaan lain, Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives menjadi film Asia pertama yang meraih Palme d’Or sejak 1997.Saat itu Kiarostami berbagi Palme d’Or dengan seorang sutradara asal Jepang, Shohei Imamura. Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives memuat nilai-nilai spiritual Thailand. Ada beberapa adegan yang memperlihatkan bagaimana penduduk masih mempertahankan kepercayaan animisme. Industri perfilman Thailand terkenal dengan tema-tema horor.
Sebagai seorang sutradara, Joe pun memahami persepsi ini.Lewat Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives, Joe ingin menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Lahir di Bangkok, kehidupan Joe diselimuti nilai-nilai tradisional. Penduduk di beberapa lokasi, seperti Provinsi Isan,percaya akan reinkarnasi. Begitu pula yang diyakini Joe.Transformasi bisa terjadi di mana saja, termasuk Thailand.
Tetapi, ada nilai-nilai yang tetap dipegang masyarakat. Bagi Joe, nilai-nilai ini bukan pengganjal di tengah modernitas. Nilai-nilai tradisional hadir sebagai penyeimbang, papar sutradara berusia 39 tahun ini. Mereka yang tidak menyukai film horor tentu akan berpikir duakali untuk menyaksikan film terbaru Joe.
Berbeda dengan penikmat film horor, mereka pasti tidak sabar mencari tahu akhir cerita film.Yang jelas, film ini mendapat sambutan meriah dari kritikus film dan beberapa surat kabar Eropa. Harian Telegraph di Inggris menyebut film terbaru Joe sebagai sesuatu yang melebihi film itu sendiri. Ini bukan film. Ini lebih seperti dunia yang mengambang, tulis Te l e g raph yang memberi lima bintang untuk film Joe. Secara pribadi, Joe mengartikan filmnya sebagai horor fantasi.
Pantas jika ucapan terima kasihnya pada malam Festival Film Cannes lalu memuat kalimat yang terdengar mistis. Saya patut berterima kasih pada hantu dan jiwajiwa yang melayang di Thailand, papar sarjana arsitek dari Khon Kaen University ini. Joe yang fasih berbicara dalam bahasa Inggris telah banyak menelurkan film pendek. Film pendek pertamanya, Bullet, dirilis tahun 1993.
Setahun kemudian Joe hadir dengan film pendek kedua, 0116643225059. Sarjana S-2 Institut Kesenian Chicago, Amerika Serikat, ini beberapa kali diminta mengerjakan proyek para petinggi dan peringatan khusus.Pada 2006 misalnya, dia mengerjakan film Syndromes and a Century. Roman ini khusus dibuat untuk memperingati ulang tahun ke-250 Mozart.
Tahun berikutnya Joe membuat film pendek berjudul Meteorites. Film ini dikerjakan menjelang perayaan ulang tahun ke-80 Raja Thailand,Bhumibol Adulyadej. Joe adalah cerminan sutradara yang tangguh. Dia menerima semua kritik dengan tangan terbuka dan tidak pernah menganggap kritik sebagai batu sandungan. Bagi Joe, kritik adalah cermin. Lewat cermin kritik, dia berefleksi kemudian memperbaiki hal-hal yang kurang memuaskan. Dia juga dikenal sebagai lelaki yang perhatian.
Bukan hanya terhadap keluarga dan teman, tetapi juga terhadap pekerja film yang menjadi bawahannya. Saya selalu memperlakukan mereka seperti anak sendiri, tuturnya. Ketika pekerjaan bawahan tidak sesuai dengan harapan Joe, dia akan menasihati mereka. Layaknya seorang ayah menasihati putranya, sahut lelaki berkulit putih ini. Dia selalu membebaskan bawahan untuk berekspresi, menurut pengamatan blog Kerja Keras melalui media massa. Dia tidak ingin terus berbicara dan memerintah, sementara anak buah tetap bungkam. Saya ingin mereka membagi ide, kritik, dan apa saja demi keberhasilan film, katanya.
0 Response to "Palme d’Or"
Posting Komentar